Enam Perusak Ukhuwah
Surat Al-Hujurat
sarat dengan nilai-nilai adab dan akhlak. Baik adab kepada Allah, adab kepada
nabi, maupun adab kepada sesama orang beriman, dan umat manusia pada umumnya.
Sehingga tidak mengherankan kalau sebagian ulama menjulukinya dengan sebutan
Surat Akhlak. Al-hujurat berarti bilik-bilik atau kamar-kamar. yakni
kamar-kamar di mana nabi Muhammad saw tinggal bersama keluarganya. Bukalah
al-qur’an surat ke 49. Itulah surat al-hujurat. Dan kita akan bahas dua ayat
yang menerangkan tentang enam perusak ukhuwah. Yaitu ayat 11 dan 12.
Kita tahu bahwa
sesama orang beriman itu saudara, karena telah disatukan oleh ikatan iman.
Apabila iman kuat, maka kuatlah ukhuwah (persaudaraan). Sebaliknya, kalau iman
lemah, maka hubungan ukhuwah-pun menjadi rapuh. Lalu seperti apakah ukhuwah
diantara kita? Itulah cermin keimanan kita. Indah nian rasulullah
menggambarkan, bahwa orang-orang beriman itu laksana satu tubuh. Mereka saling
mencintai, saling menyayangi, dan saling memberi empati. Namanya satu tubuh,
kalau ada anggota badan yang sakit, maka yang lain ikut merasakan demam dan
susah tidur.
Ukhuwah perlu
dijaga dan dirawat. Antara lain dengan meghindari sikap dan perbuatan yang bisa
merusaknya. Yaitu:
1.
Merendahkan
Apakah karena
pendidikan Anda lebih tinggi lalu merendahkan orang yang hanya lulusan SD?
Apakah karena Anda lebih kaya, lalu merendahkan orang miskin? Apakah karena
Anda lebih tampan atau lebih cantik, lalu merendahkan orang yang (maaf) buruk
rupa? Apakah karena kedudukan Anda lebih tinggi, lalu meremehkan bawahan Anda?
Apakah karena organisasi Anda lebih besar, lalu menyepelekan organisasi lain?
Astaghfirullah...
Itu bukanlah sikap orang yang bersyukur. Siapakah yang menciptakan hidung
mancung dan (maaf) hidung pesek? Siapakah menciptakan kulit putih dan kulit hitam?
Bukankah Allah? Kalau kita merendahkan orang yang berkulit hitam dan berhidung
pesek, bukankah itu penghinaan terhadap PenciptaNya?
Boleh jadi orang
lebih rendah pendidikannya, tapi akhlaknya lebih baik. Boleh jadi orang tidak
sesehat dan sebugar badan kita, tapi ia rajin shalat malam. Boleh jadi orang
tidak banyak memiliki harta, tapi keluarganya sakinah dan anak-anaknya shalih.
Maka dari itu, tutuplah pintu kesombongan. Muliakanlah saudara kita. Boleh jadi
ia lebih baik dari kita. Boleh jadi ia lebih mulia dibanding kita dalam
pandangan Allah, atau di mata manusia.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن
قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلاَ نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَى
أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan
itu lebih baik.” (Qs. Al-Hujurat/ 49: 11)
2.
Mencela
Kalau ada cacat
fisik yang dialami oleh saudara kita, itu bukanlah bahan bagi kita untuk
mencelanya. Melainkan menjadi bahan agar kita lebih bersyukur. Begitu pula
orang yang cacat fisik. Allah akan memberinya pahala unlimited dan derajat yang
tinggi, bila ia sabar dan ridha dan beramal shalih. Lalu bagaimana sikap kita
terhadap orang buruk perilaku dan akhlaknya? Mencelanya tidak akan memperbaiki
keadaan. Mencelanya hanya akan menanamkan kebencian. Lalu? Lebih baik kita
dekati dan kita beri nasehat yang tulus agar mempercantik akhlaknya . Karena
seorang mukmin itu cermin bagi saudaranya.
Allah swt
berfirman:
وَلاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ
“dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri” (Qs. Al-Hujurat/
49: 11). Maksudnya, karena orang-orang beriman itu ibarat satu tubuh, maka
mencela saudara kita seiman berarti mencela diri sendiri. Atau kita bisa balik
dicela gara-gara mencela orang lain, sehingga itu sama halnya dengan mencela
diri sendiri.
3.
Memberi Gelar
Buruk
Gelar atau julukan
itu ada yang baik. Seperti rasulullah saw memberi gelar As-shiddiq kepada Abu
Bakr. Al-faruq untuk Umar bin Khattab. Saifullah al-maslul (pedang Allah yang
terhunus) untuk Khalid bin walid. Dan Asadullah (singa Allah) untuk Hamzah. Ada
pula julukan yang buruk, yang kita tidak suka disebut dengan julukan tersebut.
Maka janganlah kita memanggil saudara kita dengannya. Seperti “Si bawel”, “Si
Peyang”, “Si Rakus” dan sebagainya.
Allah swt
berfirman:
وَلاَ تَنَابَزُوا بِالأَلْقَابِ
“dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan” (Qs.
Al-Hujurat/ 49: 11).
Merendahkan orang
lain, mencela dan memberinya julukan buruk adalah perbuatan fasik. Orang yang
melakukannya disebut fasik. Fasik berarti orang yang keluar dari jalur ketaatan
kepada Allah. Sebagai orang beriman, tentu kita tidak suka menjadi fasik
بِئْسَ الاسْمُ الفُسُوقُ بَعْدَ الإِيمَانِ وَمَن لَّمْ
يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Seburuk-buruk
nama adalah ‘ke-fasik-an’ sesudah iman. Dan Barangsiapa yang tidak
bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (Qs.
Al-Hujurat/ 49: 11)
Contohlah
rasulullah saw. Beliau memanggil para sahabatnya dengan julukan yang paling
mereka sukai. Bahkan nama-nama yang buruk, beliau ganti dengan nama yang bagus.
Contoh, nama Harb (berarti perang) diganti Silm (damai), dan nama al-‘ash (si
durhaka) diganti dengan Abdullah (hamba Allah).
4.
Buruk Sangka
Prasangka baik
disebut husnuz-shan. Sedangkan prasangka buruk disebut suuz-zhan.
Allah melarang kita dari banyak prasangka, karena diantara prasangka itu ada
yang dosa. Sehingga orang yang banyak prasangka pasti terjerumus kedalam
perbuatan dosa. Cerita yang paling dusta adalah cerita yang dihasilkan oleh
prasangka. Pantaslah kalau buruk sangka itu menjadi biang perpecahan dan
permusuhan.
Allah swt
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ
الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa” (Qs. Al-Hujurat/
49: 12).
Umar bin Khattab
ra mengatakan: “Janganlah berprasangka terhadap kalimat yang diucapkan oleh
saudaramu seiman, kecuali prasangka yang baik, selagi engkau bisa memberinya
makna yang baik”. Senada dengan Umar, Abu Qilabah juga mengatakan: “Kalau
engkau mendapat informasi negatif tentang saudaramu, maka sebisa mungkin
carikanlah alasan untuknya. Kalau engkau tidak mendapatkan alasan, maka
katakanlah kepada dirimu sendiri ‘Mungkin saudaraku punya alasan yang aku tidak
tahu”.
5.
Mencari-cari Aib
Setiap orang
diantara kita pasti punya aib. Jadi kalau Anda mau mencari aib saudara Anda
seiman, pasti dapat. Mungkin bisa dapat banyak, tidak hanya satu aib. Seperti
lalat-lah. Karena ia mencari koreng dan nanah, maka dapatlah apa yang
dicarinya. Berbeda dengan lebah, karena ia mencari yang indah dan bersih
seperti bunga, maka dapatkan pula yang ia cari. Akibatnya, lalat akan
menyebarkan penyakit, sedangkan lebah mengeluarkan madu yang bermanfaat. Hanya
ada dua pilihan. Mau seperti lalat atau seperti lebah?.
Allah swt
berfirman:
وَلَا تَجَسَّسُوا
“dan janganlah
mencari-cari keburukan orang” (Qs. Al-Hujurat/
49: 12). Rajin amat nyari aib orang lain, lebih baik kita nyari aib sendiri
supaya bisa introspeksi dan memperbaiki diri.
6.
Menggunjing
Menggunjing atau ghibah
adalah membicarakan orang lain dengan pembicaraan yang kalau ia tahu, ia tidak
berkenan. Wong kenyataannya begitu kok? Ya itu ghibah namanya. Sedangkan
kalau mengada-ada disebut buhtan, atau kedustaan besar, dan dosanya lebih
besar pula. Stop prasangka buruk. Kalau tidak, maka akan berlanjut dengan
mencari-cari aib. Akhirnya, ketika mendapatkan aibnya, langsung digunjing.
Allah swt
berfirman:
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (Qs.
Al-Hujurat/ 49: 12). Kemuliaan kita dijaga oleh Islam. Ada ditempat tidak boleh
dihina, dan ketika tidak ada di tempat, tidak boleh digunjing. Menggunjing itu
perbuatan keji, sekeji memakan bangkai manusia. Penggunjing itu manusia
kanibal. Waspadalah...!
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Qs.
Al-Hujurat/ 49: 12)
Jauhilah enam
perusak ini, agar ukhuwah selalu terjaga.
oleh : Ustadz Arwani Amin, Lc.
Post a Comment for "Enam Perusak Ukhuwah"