Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Da’wah Tugas Siapa?



·         Pengertian Da’wah
Ketika disebut kata da’wah, mungkin yang terlintas di benak kebanyakan orang adalah majlis ta’lim, tabligh akbar, pengajian di masjid dan mushalla dan siaran pengajian di radio dan televisi. Anggapan ini tidak salah, hanya saja belum utuh. Oleh sebab itu, perlu pemahaman yang lebih konprehensif tentang da’wah.
Secara bahasa, da’wah berarti: 1. Mengajak, 2. Memanggil, 3. Mempengaruhi, 4. Berdo’a.  Adapun secara isthilah, da’wah berarti: “Mengajak orang ke jalan Allah, dengan cara hikmah dan mau’izhoh hasanah (nasehat yang baik) agar mereka inkar kepada thaghut (sesembahan selain Allah) dan beriman kepada Allah, serta keluar dari kegelapan-kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam”.
·         Masyarakat Membutuhkan Da’wah
Kebutuhan masyarakat terhadap da’wah bisa kita lihat dari argumentasi berikut:
1.       Manusia memerlukan orang yang menjelaskan kepada mereka tentang apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarangNya agar mereka berada dalam kebaikan dan terjauhkan dari keburukan.
2.       Adanya  orang-orang yang berusaha merusak akidah, pemikiran dan akhlak masyarakat. Seperti seruan atheisme, kebebasan seks tanpa nikah, minuman keras dan narkoba. Maka dari itu, tidak berlebihan kalau para da’i disebut sebagai “para penjaga masyarakat” karena mereka rela mengurangi waktu istirahat dan tidurnya karena bekerja keras demi kebaikan masyarakatnya.
3.       Mendiamkan kemunkaran yang terjadi di masyarakat akan menyebabkan kehancurannya. Kehancuran tersebut menimpa bukan saja kepada orang yang berbuat kemunkaran, melainkan juga kepada orang-orang yang mendiamkannya. Ibarat kapal, kalau sebagian penumpang ada yang melubangi kapal dan yang lainnya membiarkan, maka semua penumpangnya akan tenggelam. Allah swt berfirman yang artinya: “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya” (Qs. Al-anfal/8:25)
4.       Ketika kezaliman dan dekadensi moral seperti perzinaan meraja lela, dan tidak ada orang yang mencegah dan memperbaikinya, maka itulah pertanda keruntuhan suatu umat. Rasulullah saw bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمْ أُمَّتِي تَهَابُ الظَّالِمَ أَنْ تَقُولَ لَهُ: إِنَّكَ أَنْتَ ظَالِمٌ، فَقَدْ تُوُدِّعَ مِنْهُمْ
“Jika kalian melihat umatku takut mengatakan kepada orang yang berlaku zalim “Sesungguhnya engkau berlaku zalim” , maka sungguh selamat tinggal untuk mereka” (Hr. Ahmad; shahih)
5.      Masyarakat yang mendiamkan dan membiarkan kemunkaran akan dilaknat oleh Allah swt. Bukankah Bani Israil dilaknat karena mereka membiarkan kemunkaran?  Allah berfirman yang artinya:Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (Qs. Al-maidah/5:79)

·         Da’wah Hukumnya Wajib
Da’wah hukumnya wajib karena da’wah merupakan tugas yang diemban oleh Rasulullah saw dan orang yang mengikutinya. Allah swt berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalan ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (Qs. Yusuf/12:108)
Jadi, da’wah adalah jalan hidup yang ditempuh oleh nabi saw. Da’wah adalah kewajiban yang diberikan oleh Allah kepadanya. Kewajiban da’wah ini bukan hanya bagi beliau saja, melainkan juga bagi para pengikutnya.  أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِيaku dan orang-orang yang mengikutiku”.
·         Frdhu ‘Ain atau Fardhu Kifayah?
Terlebih dahulu kita fahami bersama apa itu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. ‘Ain berarti diri atau setiap orang. Maka fardhu ‘ain adalah kewajiban yang wajib ditunaikan oleh setiap orang muslim tanpa kecuali, seperti shalat lima waktu. Sedangkan kifayah berarti mencukupi. Sehingga fardhu kifayah berarti kewajiban yang apabila telah ditunaikan oleh sebagian orang secara mencukupi atau sempurna, maka kewajiban tersebut gugur dari yang lain.
Ali bin Nayif As-Syachud dalam bukunya “Al-khulashah fi fiqhid-da’wah” mengatakan:
هي فرض كفاية على الأمة إن كان فيها مَنْ يقوم بالدعوة والتعليم.وأما عند قلة الدعاة وغلبة الجهل فإن الدعوة تكون فرض عين .
“Hukum da’wah itu fardhu kifayah bagi umat jika ada orang yang mengemban da’wah dan pengajaran Islam di tengah mereka. Adapun di saat jumlah da’inya sedikit sementara kebodohan merata (terhadap ajaran islam), maka sesungguhnya da’wah menjadi fardhu ‘ain”.
Pertanyaannya, berapa banyak da’i di masyarakat kita? Sedikit atau banyak?
Kalau masih sedikit,  sementara ketidak-tahuan umat terhadap ajaran Islam masih mayoritas, maka setiap orang wajib memikulnya sesuai kemampuannya, hukumnya fardhu ‘ain.
Kalau jawabannya “Da’i sudah banyak”, apakah sudah cukup dan memadai (kifayah) dalam memberikan bimbingan Islam terhadap seluruh anggota masyarakat? Apakah sudah memadai dalam menangkal pemurtadan yang selalu mencari mangsa? Kalau belum cukup dan belum memadai, berarti kewajiban da’wah belum gugur dari yang lain.
Ya, marilah kita pikul besama tugas mulia ini untuk memastikan bahwa kita adalah benar-benar sebagai para pengikut nabi saw.  Nabi memikul da’wah. Kita pun memikulnya. أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي aku dan orang-orang yang mengikutiku”.



 oleh : Ust. K.H. Arwani Amin, Lc.

Post a Comment for "Da’wah Tugas Siapa?"