Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dicari Kado untuk Pendidikan Nasional



Oleh Ahmadi


”Jika satu daerah bisa menggratiskan pendidikan menengah, seharusnya provinsi serius mewujudkannya di seluruh Jawa Tengah.”
MASYARAKAT pendidikan Indonesia seharusnya bersuka cita tiap 2 Mei. Hari Pendidikan Nasional semestinya dirayakan sebagai sebuah keberhasilan mewujudkan cita-cita luhur sang mendiang pemilik tanggal lahir, Ki Hajar Dewantara. Terlebih tema peringatan Hari Pendidikan Nasional 2017 yang diangkat pemerintah adalah ”Percepat Pendidikan Yang Merata dan Berkualitas.”
Namun, dunia pendidikan Indonesia masih belum bisa memberikan kado yang terbaik. Silih berganti masalah pendidikan nasional memburamkan wajah pendidikan kita. Selalu saja yang menjadi korban adalah masyarakat, dalam hal ini para siswa dan wali murid.
Teranyar, Pemerintah lewat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) mulai mewujudkan kebijakan pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari kabupaten/ kota ke provinsi. Tahun ini, kebijakan pengalihan kewenangan pendidikan ini mulai dilaksanakan. UU No 23 Tahun 2014 menggantikan UU No 32 Tahun 2004.
Pada UU Pemda yang terbaru, pemerintah kabupaten/kota hanya akan mengurusi pendidikan dasar (Dikdas) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dimas). Masih ada catatan soal pengalihan wewenang pendidikan menengah ke provinsi.
Semangat utama diaturnya pendidikan dalam UU Pemda adalah semangat desentralisasi pendidikan. Masalah pendidikan diharapkan bisa langsung diselesaikan pemerintah di level kabupaten/kota. Sebab, bisa jadi kearifan lokal antara daerah yang satu berbeda dengan daerah lain.
Dengan ditariknya wewenang pendidikan menengah ke provinsi, semangat desentralisasi makin mengendur. Pada praktiknya, tak sedikit birokrasi di tingkat kabupaten/kota mulai abai dengan permasalahan pada pendidikan menengah.
Ahmadi, adalah Wakil Ketua
DPRD Jateng dari Fraksi PKS

Birokrasi pendidikan kabupaten/kota merasa tanggung jawab soal pendidikan menengah ada di provinsi. Sehingga mereka merasa tidak memiliki wewenang terhadap permasalahan pendidikan menengah yang muncul di wilayahnya.
Di sisi lain, birokrasi provinsi seolah belum siap menghadapi beragam masalah yang muncul dari kabupaten/kota. Belum ada sistem koordinasi yang bagus. Pengalihan tanggung jawab seharusnya diikuti peningkatan kapasitas dari provinsi untuk menyelesaikan masalah pendidikan menengah di daerah.
Tidak sinkronnya kabupaten/kota dengan provinsi membuat anak didik dan wali murid bingung. Provinsi mesti sesegera mungkin menyiapkan sistem yang kuat dan koordinasi kokoh dengan kabupaten/kota untuk sebisa mungkin menyelesaikan permasalahan ini. Catatan lain yang cukup pelik di lapangan adalah kebijakan pendidikan gratis di kabupaten/ kota.
Beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Karanganyar, Kudus dan Semarang telah menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk SMA/SMK sederajat. Masa depan pendidikan menengah gratis di Jawa Tengah mulai dipertanyakan. Kemampuan tiap daerah memang berbedabeda.
Ditariknya kebijakan ini ke provinsi adalah semangat untuk menyeragamkan. Jika satu daerah bisa menggratiskan pendidikan menengah, seharusnya provinsi serius mewujudkannya di seluruh Jawa Tengah.
Saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengakui keterbatasan anggaran untuk menerapkan kebijakan pendidikan menengah gratis. Hal ini mestinya tidak mengubah kebijakan pendidikan gratis yang sudah berjalan di beberapa daerah.
Pemerintah Provinsi bisa memberikan ruang bagi kabupaten/kota yang sudah menerapkan pendidikan menengah gratis untuk memberikan subsidi bagi anak didiknya agar tetap bisa bersekolah gratis. Sembari tetap serius menyiapkan kebijakan pendidikan gratis untuk SMA/SMK sederajat ke depan.
Dana Masyarakat
Catatan lain yang harus diperhatikan adalah partisipasi dana dari masyarakat. Hal ini harus dijelaskan secara transparan oleh pemerintah provinsi. Jangan sampai ada persoalan pungutan baru di sekolah dengan alasan kekurangan dana pendidikan dari provinsi.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dengan tegas mengatur jika dana dari masyarakat dimungkinkan dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Kita sadar pendidikan adalah hak setiap warga negara.
Pendidikan jugalah yang bisa mengangkat derajat anak-anak Indonesia. Lahirnya sebuah kebijakan jangan lantas membebani anak didik dengan berbagai kewajiban baru yang membingungkan.
Meski demikian, kita mesti optimistis, karena pemismistis bukanlah ajaran Ki Hajar Dewantara. Dunia pendidikan harus bangkit menyongsong masa depan. Selamat Hari Pendidikan Nasional. [SM]
— Ahmadiadalah Wakil Ketua DPRD Jateng

1 comment for "Dicari Kado untuk Pendidikan Nasional"

  1. Ignition on line casino provides four versions of Roulette including Classic American Roulette, American Roulette, Classic European Roulette, and European Roulette. For gamers that want to play with reside sellers they offer three video games including each American & European Roulette with various table limits from $1 to $3000. The glamour and glitz of roulette in comparison with} different on line casino video games is past comparability. The thrill of seeing the roulette wheel spinning with the ball bouncing alongside is past forgery or imitation. Therefore, as iconic as on line casino video games come, roulette is in a category of its personal. It’s a sport of finesse, talent, and strategy savored by 1xbet korea a significant following in the iGaming community.

    ReplyDelete